Monday, August 15, 2011

Perjalanan Menuju Negeri Sakura (part 1)

Meyakinkan Orang Tua
Cerita ini dimulai sejak hari pertama semester satu ketika saya masih S1, saya menulis di buku catatan saya, bahwa saya akan mengambil master degree di luar negeri, tepatnya di negeri Matahari terbit Jepang. Redaksional saya waktu itu adalah….”Tokyo University wait for me”. Yeah, dengan segala keluguan saya masalah tata bahasa inggris, yang penting ditulis aja…hehehe.

Ketika pertama kali saya mengungkapkan keinginan saya untuk sekolah di luar negeri pada Ayah dan Ibu, mereka langsung menolak mentah-mentah . Tapi saya terus meneguhkan tekat, dan saya berjanji pada diri saya sendiri bahwa kali ini saya tidak akan menyerah apa pun resiko yang akan saya hadapi, dan perjalanan itu pun dimulai.

Saya tidak tahu bagaimana cara untuk bisa meraih beasiswa ke luar negeri, karena itu saya browsing di internet. Sambil terus mencari informasi, saya terus berusaha meyakinkan orang tua saya, mengenai niat saya untuk belajar ke luar negeri. Karena saya ingin mereka ridho dengan apa yang saya lakukan. Saya mengemukakan alasan-alasan mengapa saya harus belajar ke luar negeri. Dan semua itu membutuhkan waktu yang tidak sedikit, kurang lebih 3 tahun, hingga akhirnya saya mendapat lampu hijau, “ baik, kamu boleh belajar ke luar negeri” (dengan sederet syarat yang harus saya penuhi). Alhamdulillah, semua terasa menyenangkan sesudahnya, karena sudah direstui orang tua (meski belum jelas juga bagaimana cara untuk bisa tembus beasiswa untuk sekolah ke luar negeri).

Lamaran Beasiswa Saya
Lamaran beasiswa pertama saya adalah beasiswa monbukagakusho untuk D2, ketika saya di masih tingkat satu S1 (2006). Pada saat itu ortu belum restu, tapi saya bertekat untuk mencobanya. Karena saya berfikir bahwa jika saya tidak pernah mencoba, maka saya tidak akan pernah punya pengalaman. Dan lamaran pertama gagal dengan sukses .

Lamaran beasiswa kedua saya adalah program IELSP (2008) untuk belajar bahasa Inggris selama kurang lebih 8 minggu di Amerika, dan yang ini juga gagal .

Lamaran beasiswa ketiga saya adalah beasiswa monbukagakusho G to G (2010), kali ini lagi-lagi saya tidak lolos seleksi administrasi.

Lamaran beasiswa keempat saya adalah beasiswa ADS dari public category, dan hasilnya juga gagal (bahkan tidak mendapat surat penolakan seperti applicants lain yg gagal) Hixshixshixs .

Lamaran beasiswa kelima saya adalah Japanese Government Scholarship for Global30 International Students of Nagoya University (2011). Alhamdulillah berhasil.

Lamaran beasiswa keenam adalah Beasiswa Unggulan DIKTI dalam negeri untuk masuk di ITB. Alhamdulillah ini juga lolos, tapi saya mengundurkan diri (pengumuman beasiswa baru keluar sesudah pengumuman dari Nagoya University)

Menghadapi Setiap Kegagalan dan Berjuang untuk Bangkit
Well, saya mengakui, menghadapi kegagalan demi kegagalan, bukanlah suatu hal yang mudah. Banyak yang memberi dukungan, banyak yang mencibir, banyak yang lain yang berusaha menjatuhkan. Dari sini saya banyak belajar, bahwa sandaran terbaik di setiap masalah hanyalah ALLAH SWT. Seringkali keluarga terdekat, sahabat, teman-teman, dan orang lain tidak dapat menolong atau bahkan sekedar mendengar curhat kita, karena mereka sudah terlalu lelah dengan urusan mereka masing-masing. Hanya ALLAH SWT. Sebaik-baik penolong, dan bersama-Nya tidak ada jalan buntu.

Saya terus berusaha mencari informasi beasiswa dari berbagai sumber (e.g. internet, teman-teman, dosen, lembaga bahasa inggris, pameran-pameran pendidikan asing, dsb). Saya mengevaluasi kegagalan lamaran beasiswa terdahulu dan berusaha mencari syarat-syarat yang harus saya persiapkan dan mempersiapkan diri untuk memenuhi persyaratan itu dengan cara:
- berusaha mencari tambahan uang dengan harapan bisa les bahasa inggris dengan cara memberi les pada anak SMP, ikut PKM, program kewirausahaan;
- merancang penelitian tugas akhir yang sesuai dengan ilmu yang ingin saya pelajari ketika S2 nanti;
- mengupgrade kemampuan bahasa Inggris habis-habisan, mulai dari belajar TOEFL secara otodidak hingga akhirnya les IELTS. Entah sudah berapa kali tes TOEFL ITP (yang jelas lebih dari 5 kali), tapi maximal baru 540. Alhamdulillah dengan segala keajaiban ALLAH SWT., sekali tes IELTS langsung melebihi band yang ditargetkan.
- berusaha semaksimal mungkin untuk ikut dalam seminar-seminar nasional dan internasional baik sebagai presenter maupun peserta biasa dengan tujuan untuk benar-benar memaksimalkan kemampuan saya di bidang ilmu yang saya pelajari.
- yang pasti saya terus berdoa, memohon ridho ALLAH SWT., terus berusaha introspeksi diri dan meluruskan niat.

Dari semua yang pernah saya alami, saya yakin bahwa ALLAH SWT. memberikan kegagalan dan kesuksesan itu dengan tujuan agar kita bijak dalam menghadapi keduanya. Tidak mudah terpuruk ketika gagal dan tidak sombong ketika berhasil, karena semua itu semata-mata adalah karunia-Nya.

Alhamdulillah dengan ridho Allah SWT. Tahun 2011 ini, Allah SWT. memberikan karunia yang besar pada saya, saya diterima di Nagoya University, Jepang. Memang bukan di University of Tokyo seperti yang saya tulis di buku catatan saya (2005). Waktu itu saya hanya tahu bahwa University of Tokyo adalah Universitas terbaik d Jepang. Prinsip saya adalah lebih baik memasang target yang tinggi, karena jika target kita sepuluh maka kita akan bersungguh-sungguh untuk meraih 10, jika kita gagal untuk meraih sepuluh kemungkinan kita masih dapat meraih 9, 8 , atau 7. Tapi jika kita hanya berusaha meraih 6, paling banyak kita akan dapat 7. Alhamdulillah, Nagoya University adalah universitas keempat terbaik di Jepang dan termasuk dalam 100 universitas terbaik di dunia (http://www.topuniversities.com/institution/nagoya-university/wur). Bagi saya semua ini adalah sebuah keajaiban ALLAH SWT. Saya berdoa semoga semua lancar dan sukses, semoga ALLAH SWT. senantiasa meridhoi dan memudahkan jalan saya. Amiin  .